PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA BANDUNG - Harga emas terpantau stabil sejalan dengan antisipasi investor yang menunggu hasil dari pengumuman rapat bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve.
Hingga pukul 17.31 WIB, harga emas berjangka untuk kontrak Desember 2020 di bursa Comex bergerak menguat tipis 0,52 persen ke level US$1.976,5 per troy ounce. Sementara itu, harga emas di pasar spot bergerak menguat 0,63 persen ke level US$1.966,48 per troy ounce. Pada beberapa perdagangan terakhir, emas sempat menguji ke bawah level US$1.900 per troy ounce. Adapun, hasil rapat The Fed yang akan berakhir pada Kamis dini hari WIB diharapkan memberikan kejelasan mengenai dukungan pemerintah untuk meningkatkan perekonomian. Sebelumnya, The Fed telah memangkas suku bunga acuannya menjadi hampir nol persen pada awal pandemi yang mendorong penguatan harga emas. Miliarder sekaligus juga pendiri Bridgewater Associates Ray Dalio sebelumnya mengungkapkan bahwa posisi dolar AS yang selama bertahun-tahun menjadi mata uang cadangan global dalam bahaya dikarenakan sensitivitasnya terhadap langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah dalam mendukung ekonomi. Sementara, pasar saham dan emas diuntungkan mengingat aliran dana hingga triliunan dolar AS melalui suntikan fiskal dan moneter pada akhirnya melemahkan posisi mata uang negara adidaya tersebut. Managing Director GoldSilver Central Pte. Singapura Brian Lan mengatakan emas berada di level US$1.902 hingga US$1.995 dalam beberapa minggu dan terlihat masih berkonsolidasi. Menurutnya, pandemi Covid-19 telah menghancurkan banyak bisnis di beberapa negara, karenanya investor mengharapkan suku bunga acuan tetap rendah untuk saat ini. Karenanya kami tidak mengharapkan harga emas akan terpengaruh banyak oleh pertemuan Fed dan mungkin akan tetap dalam kisaran (US$1.902 hingga US$1.995) tersebut,” ungkapnya seperti dikutip Bloomberg, Rabu (16/9/2020). Di sisi lain, Tim Riset Monex Investindo Futures mengatakan harga emas berpeluang bergerak naik dalam jangka pendek di tengah outlook sikap dovish The Fed dalam kebijakan moneter terbaru mereka yang akan dirilis tengah malam nanti. Hal ini disertai dengan adanya laporan yang mengatakan sekelompok anggota partai Demokrat dan Republik di Kongres AS yang meluncurkan undang-undang bantuan pandemi sebesar US$1,5 triliun. Fokus lainnya pada hari ini akan tertuju ke data penjualan ritel di Amerika Serikat - PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA Sumber : bisnis.com
0 Comments
PT RIFAN FINANCINDO BANDUNG - PT Valbury Asia Futures merekomendasikan investor mengambil posisi jual pada perdagangan Senin seiring dengan tren koreksi harga emas.
Pada penutupan perdagangan Jumat, harga emas spot ditutup turun 0,28 persen atau 5,54 poin menjadi US$1.940,55 per troy ounce. Adapun, harga emas Comex kontrak Desember 2020 koreksi 0,83 persen atau 16,4 poin ke level US$1.947,9 per troy ounce. Indeks dolar AS terpantau cenderung stagnan di posisi 93,333. Sepanjang tahun berjalan indeks dolar AS turun 3,17 persen. Dalam publikasi risetnya, Valbury Asia Futures menyampaikan harga emas turun karena kurangnya stimulus lebih lanjut dari Bank Sentral Eropa dan pemerintah AS. Namun, minggu ini harga emas ditetapkan berakhir lebih tinggi di tengah kekhawatiran pemulihan ekonomi, dengan resistan 1961.15 dan support di 1935,97. Valbury Asia Futures merekomendasikan investor mengambil posisi sell di posisi US$1.943 per troy ounce, stop loss di US$1.947 per troy ounce. Target harga ialah US$1.937 dan US$1.933 per troy ounce," paparnya dalam publikasi riset, dikutip Minggu (13/9/2020).Level support ialah US$1.934,89, US$1.927,26, dan US$1.917,41, sedangkan level resistan adalah US$1.952,37, US$1.962,22, dan US$1.969,85 - PT RIFAN FINANCINDO Sumber : bisnis.com RIFAN FINANCINDO BERJANGKA BANDUNG - Harga emas batangan yang dijual di Pegadaian mayoritas naik pada perdagangan hari ini, Kamis mayoritas mengalami kenaikan. Hal ini berkebalikan dengan Rabu kemarin yang mayoritas menurun.
Pegadaian menjual 3 jenis emas Antam, penurunan hanya terjadi di jenis standar. Selain itu Pegadaian juga menjual emas UBS yang menguat di semua satuan. Melansir data resmi dari situs Pegadaian, emas Antam standar hanya naik di satuan 0,5 gram sebesar 0,18% menjadi Rp 561.000/batang dan satuan 3 gram sebesar 0,2% menjadi Rp 3.053.000/batang. Sementara satuan lainnya mengalami penurunan, yang terbesar di satuan 50 gram, -0,42% menjadi Rp 50.227.000/batang. Sementara itu emas Antam jenis retro hari ini stagnan, alias sama persis dengan harga kemarin di semua satuan. Emas Antam retro merupakan emas kemasan lama, dimana keping emas dan sertifikatnya terpisah. Emas retro ini terakhir kali diproduksi pada tahun 2018. Kemudian emas Antam jenis Batik hari ini mengalami kenaikan, satuan 0,5 gram dibanderol Rp 627.000/batang, naik 0,16%. Sementara satuan 1 gram dihargai Rp 1.189.000/batang, menguat 0,17%. Emas Antam batik merupakan jenis emas Antam yang paling mahal, dan Pegadaian hanya menjual satuan 0,5 dan 1 gram, sementara emas UBS, mayoritas harganya naik hanya ada 2 stagnan yakni satuan 0.5 dan 100 gram - RIFAN FINANCINDO BERJANGKA Sumber : cnbcindonesia.com RIFAN FINANCINDO BANDUNG - Harga emas batangan yang dijual di Pegadaian mayoritas naik pada perdagangan hari ini, Kamis mayoritas mengalami kenaikan. Hal ini berkebalikan dengan Rabu kemarin yang mayoritas menurun.
Pegadaian menjual 3 jenis emas Antam, penurunan hanya terjadi di jenis standar. Selain itu Pegadaian juga menjual emas UBS yang menguat di semua satuan. Melansir data resmi dari situs Pegadaian, emas Antam standar hanya naik di satuan 0,5 gram sebesar 0,18% menjadi Rp 561.000/batang dan satuan 3 gram sebesar 0,2% menjadi Rp 3.053.000/batang. Sementara satuan lainnya mengalami penurunan, yang terbesar di satuan 50 gram, -0,42% menjadi Rp 50.227.000/batang. Sementara itu emas Antam jenis retro hari ini stagnan, alias sama persis dengan harga kemarin di semua satuan. Emas Antam retro merupakan emas kemasan lama, dimana keping emas dan sertifikatnya terpisah. Emas retro ini terakhir kali diproduksi pada tahun 2018. Kemudian emas Antam jenis Batik hari ini mengalami kenaikan, satuan 0,5 gram dibanderol Rp 627.000/batang, naik 0,16%. Sementara satuan 1 gram dihargai Rp 1.189.000/batang, menguat 0,17%. Emas Antam batik merupakan jenis emas Antam yang paling mahal, dan Pegadaian hanya menjual satuan 0,5 dan 1 gram, sementara emas UBS, mayoritas harganya naik hanya ada 2 stagnan yakni satuan 0.5 dan 100 gram - RIFAN FINANCINDO Sumber : cnbcindonesia.com PT Rifan Financindo Berjangka - Emas Dekati US$ 1.900/US$ dan Balik Naik, Waktunya Beli Nih9/9/2020 PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA BANDUNG - Harga emas dunia berhasil menguat tipis pada perdagangan Selasa kemarin, setelah sempat mendekati level US$ 1.900/troy ons.
Ambrolnya bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street menjadi pemicu berbaliknya harga logam mulia ini.Melansir data Refinitiv, harga emas dunia kemarin menguat 0,11% ke US$ 1.930,92/troy ons setelah sebelumnya sempat merosot 1,17% ke US$ 1.906,23/troy ons. Sementara pada hari ini, pada pukul 16:06 WIB emas melemah tipis 0,03% ke US$ 1.930,34/troy ons. Bursa saham Amerika Serikat (AS) yang "berdarah-darah" kemarin membuat emas berbalik arah. Aksi jual yang terjadi di sektor teknologi memicu kejatuhan bursa dengan kapitalisasi pasar terbesar di dunia tersebut. Indeks Nasdaq ambrol 4,11%, S&P500 -2,78% dan Dow Jones -2,25%. Emas merupakan aset aman (safe haven) sementara saham merupakan aset berisiko, sehingga pergerakan keduanya berlawan arah dalam jangka pendek. "Kita melihat bangkitnya harga emas setelah bursa saham AS merosot yang memicu aksi beli aset safe haven. Investor sedang bingung, mereka tidak tahun di mana level dasar pasar saham saat ini," kata Philip Streible, kepada ahli strategi pasar di Blue Line Futures di Chicago, sebagaimana dilansir CNBC International. Meski demikian, bangkitnya dolar AS membatasi penguatan harga emas. Indeks dolar AS makin menjauhi level terendah dalam lebih dari 2 tahun terakhir setelah menguat 0,78% kemarin, dan pagi ini sempat naik 0,18% ke 93,615 yang menjadi level terkuat nyaris 1 bulan terakhir. "Emas sedang terperangkap dalam rentang perdagangan yang sempit. Jika mampu menembus US$ 1.960/troy ons, emas baru akan kembali memasuki tren naik," kata Streible. Sejak mencapai rekor tertinggi sepanjang masa, US$ 2.072,49/troy ons 7 Agustus lalu, emas berbalik merosot, dan tidak pernah lagi kembali ke atas level US$ 2.000/troy ons. Emas juga bergerak dengan volatilitas tinggi, artinya naik-turun secara signifikan dalam waktu singkat, beberapa pekan terakhir. Namun beberapa hari terakhir volatilitas emas cenderung merendah dan harganya menurun, tetapi masih mampu bertahan di atas US$ 1.900/troy ons. Cuma sekali saja pada 12 Agustus lalu, emas merosot hingga ke US$ 1.863,66/troy ons, tetapi di hari yang sama juga bangkit dan mengakhiri perdagangan di US$ 1.917,81/troy ons. Sejak saat itu, emas tidak pernah lagi menyentuh US$ 1.900/troy ons, setiap kali mendekati level tersebut emas kemudian berbalik naik. Oleh sebab itu, Eugen Weinberg, kepala komoditas di Commerzbank, mengambil sikap netral terhadap emas. "Banyak yang perlu dicerna pasar. Periode konsolidasi bisa berlangsung dalam waktu yang cukup lama tanpa mempengaruhi tren jangka panjang. Saat ini, saya tidak melihat sesuatu yang bisa membawa emas naik ke atas US$ 2.000/troy ons, ataupun ke bawah US$ 1.900/troy ons," kata Weinberg sebagaimana dilansir Kitco. Artinya, ketika mendekati US$ 1.900/troy ons emas akan naik lagi, sementara ketika mendekati US$ 2.000/troy ons maka emas kemungkinan akan kembali turun - PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA Sumber : cnbcindonesia.com PT RIFAN FINANCINDO BANDUNG - Dolar Amerika Serikat (AS) bangkit dari keterpurukan belakangan ini, data ekonomi dari Negeri Paman Sam yang menunjukkan pemulihan ekonomi menjadi salah satu pemicunya. Tetapi, ada faktor lain yang berperan penting, merosotnya kurs euro.
Melansir data Refinitiv, indeks dolar AS pada hari ini, Selasa pukul 15:58 WIB menguat 0,49% ke 93,171. Indeks yang menjadi tolak ukur kekuatan dolar AS ini pada Selasa (1/9/2020) pekan lalu menyentuh level terendah sejak April 2018 di 91,746. Artinya, dari level terendah tersebut, hingga hari ini indeks dolar menguat 1,55%. Bangkitnya dolar AS tersebut pun memakan korban mata uang emerging market yang melemah, hingga meredupnya kilau emas. Sejak bangkitnya indeks dolar tersebut hingga hari ini, rupiah melemah 1,34% ke Rp 14.760/US$. Emas hingga perdagangan Senin kemarin sudah merosot 2%, dan sore ini turun lagi 0,29% ke US$ 1.924,93/troy ons. Awal bangkitnya indeks dolar AS dimulai Selasa pekan lalu setelah menyentuh level terendah dalam lebih dari 2 tahun terakhir. Di hari yang sama, Institute for Supply Management (ISM) melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur melesat menjadi 56 di bulan Agustus dari bulan Juli 54,2. PMI manufaktur bulan Agustus tersebut merupakan yang tertinggi sejak Januari 2019. PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawah 50 berarti kontraksi, sementara di di atasnya berarti ekspansi. Selain data manufaktur, pasar tenaga kerja AS juga membaik. Departemen Tenaga Kerja AS Jumat lalu melaporkan sepanjang bulan Agustus perekonomian AS mampu menyerap 1,371 juta tenga kerja, dengan tingkat pengangguran turun menjadi 8,4% dari sebelumnya 10,2%. Rata-rata upah per jam juga naik 0,4%. Ekspansi sektor manufaktur yang meningkat dan membaiknya pasar tenaga kerja memunculkan harapan perekonomian AS bisa segera bangkit dari kemerosotan tajam. Tetapi, data bagus tersebut belum cukup bagi bos bank sentral AS (The Fed), Jerome Powell, untuk mengubah outlook-nya. Kami berpandangan bahwa situasi akan lebih sulit, terutama ada beberapa area di perekonomian yang masih sangat terdampak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) seperti pariwisata dan hiburan. Ekonomi masih membutuhkan suku bunga rendah, yang mendukung perbaikan aktivitas ekonomi, sampai beberapa waktu. Mungkin dalam hitungan tahun. Selama apa pun itu, kami akan tetap ada," papar Powell dalam wawancara dengan National Public Radio, sebagaimana dikutip dari Reuters. Powell menambahkan, The Fed tidak akan menarik kebijakan ultra longgar. Tidak cuma suku bunga, juga berbagai fasilitas pemberian likuiditas ke pasar keuangan maupun sektor riil. Kami tidak akan menarik dukungan terhadap perekonomian secara prematur. Kami akan terus melakukan apa pun yang kami bisa," lanjutnya. Kebijakan ultra longgar yang akan dipertahankan dalam waktu lama tersebut membuat penguatan indeks dolar AS masih tertahan - PT RIFAN FINANCINDO Sumber : cnbcindonesia.com PT RIFAN BANDUNG - Tanda-tanda kebangkitan ekonomi Amerika Serikat (AS) membuat indeks dolar AS bangkit dari level terendah dalam lebih dari 2 tahun terakhir di pekan ini. Meski demikian, hasil survei Reuters menunjukkan the greenback diramal akan melemah hingga tahun depan.
Ketika dolar AS melemah, emas tentunya bisa kembali melesat naik, dan rupiah juga berpeluang kembali perkasa. Melansir data Refinitiv, indeks dolar AS di pekan ini menguat 0,38% ke 92,719, sekaligus menjauhi level terendah sejak April 2018 di 91,746, yang dicapai pada Selasa (1/9/2020) lalu. Beberapa data ekonomi dari AS dirilis apik di pekan ini. Data manufaktur AS yang melesat tinggi di bulan Agustus, Institute for Supply Management (ISM) kemarin melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur melesat menjadi 56 dari bulan Juli 54,2. PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawah 50 berarti kontraksi, sementara di di atasnya berarti ekspansi. PMI manufaktur bulan Agustus tersebut merupakan yang tertinggi sejak Januari 2019. Selain data manufaktur, pasar tenaga kerja AS juga membaik. Departemen Tenaga Kerja AS Jumat lalu melaporkan sepanjang bulan Agustus perekonomian AS mampu menyerap 1,371 juta tenaga kerja, dengan tingkat pengangguran turun menjadi 8,4% dari sebelumnya 10,2%. Rata-rata upah per jam juga naik 0,4%. Ekspansi sektor manufaktur yang meningkat dan membaiknya pasar tenaga kerja memunculkan harapan perekonomian AS bisa segera bangkit dari kemerosotan tajam. Meski demikian, hasil survei Reuters tetap menunjukkan dolar AS akan melemah hingga tahun depan, sebabnya yakni kebijakan ultra longgar bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed). Bos The Fed, Jerome Powell, pada Kamis (27/8/2020) malam mengubah pendekatannya terhadap target inflasi. Sebelumnya ketika sudah mendekatinya maka bank sentral paling powerful di dunia ini akan menormalisasi suku bunganya, alias mulai menaikkan suku bunga. Kini The Fed menerapkan "target inflasi rata-rata" yang artinya The Fed akan membiarkan inflasi naik lebih tinggi di atas 2% "secara moderat" dalam "beberapa waktu", selama rata-ratanya masih 2%. Dengan "target inflasi rata-rata" Powell mengatakan suku bunga rendah bisa ditahan lebih lama lagi, guna membantu perekonomian yang mengalami resesi akibat pandemi Covid-19. Suku bunga rendah (0,25%) yang ditahan dalam waktu yang lama tentunya berdampak negatif bagi dolar AS. "Pemicu utama pelemahan dolar AS dalam 4 atau 5 bulan terakhir adalah kebijakan moneter The Fed," kata Lee Hardman, ekonom di MUFG, sebagaimana. Selain itu, ketidakpastian politik di AS jelang Pemilu Presiden bulan November, serta keraguan pasar akan pemulihan ekonomi Paman Sam juga menjadi penekan dolar AS. Hasil survei Reuters terhadap 75 analis di bulan menunjukkan sebanyak 31% memprediksi harga dolar AS masih akan merosot hingga tahun depan. Namun, terjadi penurunan yang lumayan dibandingkan survei bulan Agustus dimana ada 39% yang memprediksi hal yang sama. Sementara itu, sebanyak 32% dari total yang merespon survei Reuters meramal tren penurunan dolar AS kana berhenti kurang dari 3 bulan ke depan. Persentase tersebut meningkat tajam ketimbang bulan Agustus sebesar 18%. Artinya para analis juga semakin banyak yang melihat perekonomian AS mulai ke arah positif - PT RIFAN Sumber : cnbcindonesia.com RIFAN FINANCINDO BERJANGKA BANDUNG - Emas merupakan salah satu komoditi yang paling diuntungkan selama masa pandemi yang sudah menyergap Indonesia selama 6 bulan belakangan.Berdasarkan data Bloomberg, Rabu (2/9/2020) pukul 12.02 WIB, harga emas di pasar spot memang terpantau mengalami koreksi pada kisaran harga US$1.963,18 per troy ounce, melemah 0,36 persen.
Kendati demikian selama enam bulan belakangan, harga emas sudah menanjak 23,51 persen. Harga emas sempat menyentuh level terendahnya yakni US$1.471,24 per troy ounce pada masa awal pandemi tepatnya 19 Maret 2020 lalu. Pada awal Agustus 2020 lalu, harga emas berhasil menembus level tertingginya yakni US$2.063,54. Sementara itu, harga emas berjangka untuk kontrak Desember 2020 di bursa Comex juga melemah 0,49 persen ke level US$1.969,2 per troy ounce pada hari ini. Selama enam bulan belakangan, harga emas berjangka menunjukkan tren penguatan dengan kenaikan sebesar 23,44 persen. Sama halnya dengan emas di pasar spot, harga emas berjangka di bursa Comex juga berada di titik terendahnya di awal masa pandemi yakni tepat pada 18 Maret 2020 di level US$1.477,9 per troy ounce dan level tertingginya US$2.069,4 pada 6 Agustus 2020 lalu. Penguatan pun juga terjadi pada harga emas batangan buatan dalam negeri, PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM), atau emas antam. Kendati mengalami koreksi tipis Rp2.000 ke level Rp.1.024.000 per gramnya pada hari ini, berdasarkan situs logammulia.com, harga emas antam sudah menguat Rp214.000 atau 26,42 persen dari level perdagangannya enam bulan lalu. Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan tren harga emas cukup positif selama masa pandemi. Faktor yang mendukung penguatan tersebut adalah resesi secara global sehingga investor memburu emas yang dianggap sebagai safe haven atau aset lindung nilai. “Ketidakpastian prospek pemulihan ekonomi dunia hingga 2021 dan ancaman resesi di Indonesia pada kuartal ketiga juga mendorong percepatan kenaikan demand emas Bhima menjelaskan selama periode resesi, emas memang selalu menjadi aset yang likuid tercermin dari pergerakan harga emas yang berhasil mengalahkan aset lainnya. Perburuan emas juga dilakukan oleh bank sentral di berbagai negara yang akhirnya membuat permintaan emas secara global akan terus naik. “Jadi dalam 2-3 tahun kedepan selama tren pemulihan ekonomi tidak pasti, emas jadi idola dari investor global maupun domestik,” sambungnya. Di sisi lain, menurutnya, dolar AS tidak menjadi safe haven favorit pada masa pandemi tahun ini dikarenakan kondisi internal politik Amerika Serikat yang semakin berisiko jelang pemilihan presiden November mendatang. Hal ini diperburuk dengan situasi ekonomi negara adidaya tersebut yang juga mengalami tekanan akibat pandemi dan perang dagang. Adapun, Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan harga emas saat ini memang sedang berkonsolidasi setelah mencapai level tertingginya awal bulan lalu. “Harga emas masih mendapatkan support dari kebijakan moneter bank Sentral AS yang longgar,” ujar Ariston kepada Bisnis. Tetapi, lanjutnya, pasar juga sedang menantikan hasil akhir dari proses penemuan vaksin Covid-19 yang mana bila berhasil diproduksi massal dapat memberi tekanan lanjutan untuk pergerakan harga emas. “Untuk beberapa hari kedepan, harga emas masih akan naik turun mengikuti perubahan sentimen di pasar terutama yang berhubungan dengan AS,” sambungnya. Pekan ini, pasar juga sedang menantikan data tenaga kerja Amerika Serikat yang akan segera dirilis. Bila data tersebut lebih buruk dari proyeksi, hal ini berarti ada indikasi gangguan pemulihan ekonomi di Amerika Serikat sehingga harga emas bisa menguat lagi karena pelemahan dolar AS dan sebaliknya - RIFAN FINANCINDO BERJANGKA Sumber : bisnis.com RIFAN FINANCINDO BANDUNG - Di saat pandemi virus corona Covid-19 seperti saat ini, investor sepertinya harus berpikir panjang dalam berinvestasi. Pasalnya hampir seluruh sektor terdampak dari wabah virus yang berasal dari Wuhan, Tiongkok ini.Beberapa instrumen investasi patut dilihat bagi kalangan investor, agar dapat meminimalisir risiko yang terjadi akibat pandemi corona.
Seperti yang kita tahu, banyak instrumen-instrumen dalam berinvestasi, seperti investasi tradisional seperti emas, investasi di pasar modal misalnya saham, atau investasi di sektor riil properti. Emas merupakan instrumen investasi tertua di dunia, karena emas sudah dikenal banyak orang sebelum mengenal uang. Emas juga dianggap instrumen safe haven hingga kini, sedangkan saham adalah instrumen investasi berupa pembelian surat-surat berharga suatu perusahaan. Saham menganut prinsip high risk, high return, artinya jika kita ingin mendapat return yang besar, maka tingkat risiko yang akan terjadi juga besar. Indikator keberhasilan suatu saham tercermin dalam indeks acuan saham-saham dari emiten yang tentunya sudah berstatus go public atau tercatat di bursa saham, dalam hal ini di Indonesia yakni Bursa Efek Indonesia. Indeks acuan saham-saham di Indonesia menggunakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Instrumen investasi selanjutnya adalah investasi properti. Investasi ini dilakukan dengan cara pembelian, kepemilikan, pengelolaan, penyewaan, dan penjualan real estate untuk menghasilkan laba atau profit. Investor di properti merupakan investasi cara lama yang mulai dihindari oleh sebagian investor, karena return yang akan didapat tidak semenarik dengan instrumen investasi lainnya seperti saham dan emas. Umumnya, investasi di properti dilakukan saat pembangunan baru akan dimulai atau ketika masih berupa petak-petak tanah yang belum ada bangunannya. Hasil investasi dapat diambil ketika bangunan tersebut sudah jadi bahkan hingga seluruhnya jadi, Oleh karena itu, Return yang diharapkan dari hasil investasi di properti akan didapat jika bangunan tersebut sudah jadi utuh. Alasan itulah yang menjadi investor properti mulai beralih ke instrumen lainnya Jika dilihat dari perbandingan grafik masing-masing instrumen, kinerja harga emas dunia 10 tahun terakhir menunjukkan positif hingga saat ini, awal September 2020, walaupun terjadi koreksi di tahun 2012, namun berhasil rebound pada tahun 2018. Secara 10 tahun terakhir, harga emas mencatatkan reli setelah berhasil rebound pada 2015 yang merupakan tren pelemahan dari rekor tertinggi sebelumnya pada 2011 hingga menuju harga tertinggi berikutnya sepanjang sejarah di level US$ 2.069,4/troy ons,namun, pola pergerakan harga emas diprediksi mengulang kejadian pada tahun 2011, yakni pada 6 September 2011, harga emas dunia mencapai rekor tertinggi sepanjang masa kala itu di US$ 1.920.3/troy ons. Kabar buruknya hari itu juga emas langsung ambrol, dan tidak pernah lagi menyentuh rekor tertingginya. Harga emas memasuki dalam tren menurun, titik terendah yang dicapai yakni US$ 1.045,85/troy ons pada 3 Desember 2015. Di Tanah Air, pada 31 Agustus 2015, harga emas Antam dibanderol Rp 577.000/gram, sementara pada 31 Agustus 2020, Rp 1.030.000/gram, artinya sudah melesat 78,51% dalam tempo 5 tahun. Kenaikan terbesar terjadi di tahun ini, 33,51% secara year-to-date (YTD), rekor termahal sepanjang sejarah emas Antam dicapai pada 7 Agustus lalu, Rp 1.065.000/batang pada 7 Agustus lalu, dan tidak menutup kemungkinan akan pecah lagi. Sedangkan IHSG dilihat dari pola 10 tahun terakhir cenderung berbalik arah ke level tertinggi di 2015. Namun sepanjang itu, IHSG menunjukkan tren positif. Tetapi tren tersebut akhirnya terbanting akibat pandemi virus corona IHSG menjadi patokan dalam melihat pergerakan pasar saham di Tanah Air, IHSG terkoreksi cukup dalam pada Maret hingga April 2020. IHSG sempat terkena suspend oleh BEI sebanyak 5 kali sepanjang Maret 2020. Catatan ini adalah catatan terburuk sepanjang sejarah, saat itu IHSG sempat terjun bebas ke level Rp 4.538,9 (mtm). Kemudian, pada April, IHSG bergerak positif hingga sempat menyentuh level Rp 4.811,8, level tertinggi pada periode tersebut, pada Agustus, IHSG tercatat di level Rp 5.238,5 atau menguat 1,39% secara month to month (mtm). Kinerja IHSG periode itu mulai membaik dari posisi paling rendah pada Maret. Namun, tren pergerakan IHSG belum mampu berbalik arah hingga menyentuh posisi semula awal tahun 2020, pada Januari, IHSG berada di level Rp 6.283,6, Sampai saat ini, IHSG secara bulanan (mtm) masih berusaha menunjukkan penguatan, walaupun secara harian pada perdagangan akhir Agustus melemah 2,02%. Data BEI mencatat, hingga Kamis ini (3/9/2020), sesi II, IHSG sudah menguat 11,45% dalam 3 bulan terakhir, kendati secara tahun berjalan masih minus 16,56%, Sementara itu, tren indeks properti di Indonesia yang direkam oleh data Refinitiv, ternyata sempat mengalahkan tren emas dan IHSG, dilihat polanya, tren properti pada level tertingginya selama 10 tahun terakhir berada di tahun 2016. Namun akhirnya berbalik arah hingga saat ini berada di bawah tren emas dan IHSG. Pola pergerakan sektor properti dalam jangka pendek sepertinya belum akan mengalami perubahan. Ini dibuktikan bahwa pada Agustus, tren pergerakannya cenderung melemah ke level 298,2, mendekati level terendah akhir 2012. Data Bank Indonesia yakni Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia, sebelumnya mengindikasikan bahwa kenaikan harga properti residensial di pasar primer memang melambat, hal ini tercermin dari kenaikan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) triwulan I 2020 sebesar 1,68% (yoy), lebih rendah dibandingkan 1,77% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Perlambatan IHPR diprakirakan akan berlanjut pada triwulan II 2020 dengan tumbuh sebesar 1,56% (yoy). "Penjualan properti residensial pada triwulan I 2020 menurun signifikan. Hasil survei harga properti residensial mengindikasikan bahwa penjualan properti residensial mengalami kontraksi yang cukup dalam sebesar -43,19% (yoy), jauh lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh terbatas sebesar 1,19% (yoy). Penurunan penjualan properti residensial tersebut terjadi pada seluruh tipe rumah," tulis siaran pers BI. Di luar analisis di atas, sejak pandemi virus corona menyerang hingga hampir seluruh dunia, pola IHSG dan sektor properti sama-sama terkoreksi cukup dalam, tetapi emas malah rebound hingga menyentuh rekor tertinggi baru dari rekor tertinggi sebelumnya tahun 2011. Bisa dibilang, keberhasilan pembalikan pola harga emas dunia disebabkan investor mulai percaya kembali berinvestasi di emas, sehingga emas yang dianggap salah satu safe haven masih terjaga hingga kini. Apalagi di saat pandemi seperti sekarang yang belum pasti kapan berakhirnya membuat investor bermain aman. Jika investor memiliki emas yang umurnya lebih dari 10 tahun lalu, di waktu inilah saatnya profit taking emas, karena harganya masih terbilang tinggi. Alasan investasi di emas sangatlah penting, yang pertama nilai emas cenderung naik dari tahun ke tahun, sehingga nilai kekayaan yang dimiliki oleh pemilik emas juga akan terus meningkat, kedua jika suatu negara mengalami krisis, maka nilai tukar emas meningkat, karena nilai tukarnya tidak terikat dengan tingkat inflasi dan berkebalikan dengan kondisi krisis Ketiga emas tidak menghasilkan return cash flow, tetapi menghasilkan capital gain dari perubahan nilai dari tahun ke tahun, keempat transaksi emas ada yang tidak memakai bunga, seperti Pegadaian yang hanya menerapkan prinsip syar'i sehingga keuntungan yang diperoleh nasabah berasal dari harga emas itu sendiri. Kelima, inti dari keempat alasan di atas, yaitu sebagai dana darurat, karena emas mudah dicairkan dan tidak terikat oleh inflasi, tapi semuanya kembali ke Anda, apakah memang masih ingin membeli emas, borong saham, atau beli properti, atau jangan-jangan lebih senang memegang cash - RIFAN FINANCINDO Sumber : cnbcindonesia.com PT RIFAN FINANCINDO BANDUNG - Harga emas berhasil rebound seiring dengan pelemahan dolar AS dan proyeksi suku bunga AS akan berada di level rendah dalam jangka waktu yang cukup lama.
Harga emas berjangka untuk kontrak Desember 2020 di bursa Comex berada di level US$1.997,1 per troy ounce, naik 0,97 persen. Pada pertengahan perdagangan, harga sempat kembali menyentuh level US$2.000 per troy ounce. Sementara itu, untuk harga emas di pasar spot berada di level US1.989,51 per troy ounce, menguat 1,10 persen. Sepanjang tahun berjalan 2020, harga telah bergerak menguat hingga lebih dari 30 persen. Kepala Strategi SAV Markets Singapura Shyam Devani mengatakan bahwa tren penguatan emas akan berlanjut lagi setelah sempat terhenti di akhir Agustus 2020 seiring dengan tren pelemahan dolar AS. Secara umum, peningkatan besar-besaran dalam suplai dolar AS ke pasar dari stimulus Pemerintah AS dan kebijakan moneter The Fed akan membuat emas kembali dalam tren kenaikannya Untuk diketahui, dalam simposium Jackson Hole, Ketua The Fed Jerome Powell menyampaikan bahwa bank sentral akan berupaya mencapai rata-rata inflasi AS sebesar 2 persen, sehingga menguatkan sinyal bahwa The Fed akan membiarkan suku bunga di tingkat rendah untuk jangka waktu yang lebih lama. Sentimen tersebut semakin melemahkan dolar AS hingga ke level terendah sejak 2018. Pada perdagangan Selasa, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang utama bergerak melemah 0,35 persen ke level 91,821. Senada, Tim Analis Monex Investindo Futures mengatakan bahwa harga emas kembali mendapatkan kekuatannya untuk bergerak menguat didukung oleh pelemahan dolar AS seiring dengan pidato bernada dovish dari The Fed. Harga emas berpotensi melanjutkan kenaikan menguji level resisten pertama di US$1.982 per troy ounce, penembusan level resisten ini berpotensi menopang kenaikan harga emas menguji level resisten berikutnya di US$1.988 per troy ounce dan US$1.995 per troy ounce,” tulis Tim Analis Monex Investindo seperti dikutip dari publikasi risetnya Namun demikian, jika emas bergerak turun harga emas berpeluang menguji level support di US$1.965 per troy ounce dan penurunan lebih lanjut dari level support itu akan menekan harga emas menguji level support selanjutnya di US$1.958 dan US$1.953 per troy ounce - PT RIFAN FINANCINDO Sumber : bisnis.com |
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
February 2022
Categories |