PT RIFAN BANDUNG - Tanda-tanda kebangkitan ekonomi Amerika Serikat (AS) membuat indeks dolar AS bangkit dari level terendah dalam lebih dari 2 tahun terakhir di pekan ini. Meski demikian, hasil survei Reuters menunjukkan the greenback diramal akan melemah hingga tahun depan.
Ketika dolar AS melemah, emas tentunya bisa kembali melesat naik, dan rupiah juga berpeluang kembali perkasa. Melansir data Refinitiv, indeks dolar AS di pekan ini menguat 0,38% ke 92,719, sekaligus menjauhi level terendah sejak April 2018 di 91,746, yang dicapai pada Selasa (1/9/2020) lalu. Beberapa data ekonomi dari AS dirilis apik di pekan ini. Data manufaktur AS yang melesat tinggi di bulan Agustus, Institute for Supply Management (ISM) kemarin melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur melesat menjadi 56 dari bulan Juli 54,2. PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawah 50 berarti kontraksi, sementara di di atasnya berarti ekspansi. PMI manufaktur bulan Agustus tersebut merupakan yang tertinggi sejak Januari 2019. Selain data manufaktur, pasar tenaga kerja AS juga membaik. Departemen Tenaga Kerja AS Jumat lalu melaporkan sepanjang bulan Agustus perekonomian AS mampu menyerap 1,371 juta tenaga kerja, dengan tingkat pengangguran turun menjadi 8,4% dari sebelumnya 10,2%. Rata-rata upah per jam juga naik 0,4%. Ekspansi sektor manufaktur yang meningkat dan membaiknya pasar tenaga kerja memunculkan harapan perekonomian AS bisa segera bangkit dari kemerosotan tajam. Meski demikian, hasil survei Reuters tetap menunjukkan dolar AS akan melemah hingga tahun depan, sebabnya yakni kebijakan ultra longgar bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed). Bos The Fed, Jerome Powell, pada Kamis (27/8/2020) malam mengubah pendekatannya terhadap target inflasi. Sebelumnya ketika sudah mendekatinya maka bank sentral paling powerful di dunia ini akan menormalisasi suku bunganya, alias mulai menaikkan suku bunga. Kini The Fed menerapkan "target inflasi rata-rata" yang artinya The Fed akan membiarkan inflasi naik lebih tinggi di atas 2% "secara moderat" dalam "beberapa waktu", selama rata-ratanya masih 2%. Dengan "target inflasi rata-rata" Powell mengatakan suku bunga rendah bisa ditahan lebih lama lagi, guna membantu perekonomian yang mengalami resesi akibat pandemi Covid-19. Suku bunga rendah (0,25%) yang ditahan dalam waktu yang lama tentunya berdampak negatif bagi dolar AS. "Pemicu utama pelemahan dolar AS dalam 4 atau 5 bulan terakhir adalah kebijakan moneter The Fed," kata Lee Hardman, ekonom di MUFG, sebagaimana. Selain itu, ketidakpastian politik di AS jelang Pemilu Presiden bulan November, serta keraguan pasar akan pemulihan ekonomi Paman Sam juga menjadi penekan dolar AS. Hasil survei Reuters terhadap 75 analis di bulan menunjukkan sebanyak 31% memprediksi harga dolar AS masih akan merosot hingga tahun depan. Namun, terjadi penurunan yang lumayan dibandingkan survei bulan Agustus dimana ada 39% yang memprediksi hal yang sama. Sementara itu, sebanyak 32% dari total yang merespon survei Reuters meramal tren penurunan dolar AS kana berhenti kurang dari 3 bulan ke depan. Persentase tersebut meningkat tajam ketimbang bulan Agustus sebesar 18%. Artinya para analis juga semakin banyak yang melihat perekonomian AS mulai ke arah positif - PT RIFAN Sumber : cnbcindonesia.com
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
February 2022
Categories |