PT RIFAN FINANCINDO BANDUNG - Dolar Amerika Serikat (AS) bangkit dari keterpurukan belakangan ini, data ekonomi dari Negeri Paman Sam yang menunjukkan pemulihan ekonomi menjadi salah satu pemicunya. Tetapi, ada faktor lain yang berperan penting, merosotnya kurs euro.
Melansir data Refinitiv, indeks dolar AS pada hari ini, Selasa pukul 15:58 WIB menguat 0,49% ke 93,171. Indeks yang menjadi tolak ukur kekuatan dolar AS ini pada Selasa (1/9/2020) pekan lalu menyentuh level terendah sejak April 2018 di 91,746. Artinya, dari level terendah tersebut, hingga hari ini indeks dolar menguat 1,55%. Bangkitnya dolar AS tersebut pun memakan korban mata uang emerging market yang melemah, hingga meredupnya kilau emas. Sejak bangkitnya indeks dolar tersebut hingga hari ini, rupiah melemah 1,34% ke Rp 14.760/US$. Emas hingga perdagangan Senin kemarin sudah merosot 2%, dan sore ini turun lagi 0,29% ke US$ 1.924,93/troy ons. Awal bangkitnya indeks dolar AS dimulai Selasa pekan lalu setelah menyentuh level terendah dalam lebih dari 2 tahun terakhir. Di hari yang sama, Institute for Supply Management (ISM) melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur melesat menjadi 56 di bulan Agustus dari bulan Juli 54,2. PMI manufaktur bulan Agustus tersebut merupakan yang tertinggi sejak Januari 2019. PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawah 50 berarti kontraksi, sementara di di atasnya berarti ekspansi. Selain data manufaktur, pasar tenaga kerja AS juga membaik. Departemen Tenaga Kerja AS Jumat lalu melaporkan sepanjang bulan Agustus perekonomian AS mampu menyerap 1,371 juta tenga kerja, dengan tingkat pengangguran turun menjadi 8,4% dari sebelumnya 10,2%. Rata-rata upah per jam juga naik 0,4%. Ekspansi sektor manufaktur yang meningkat dan membaiknya pasar tenaga kerja memunculkan harapan perekonomian AS bisa segera bangkit dari kemerosotan tajam. Tetapi, data bagus tersebut belum cukup bagi bos bank sentral AS (The Fed), Jerome Powell, untuk mengubah outlook-nya. Kami berpandangan bahwa situasi akan lebih sulit, terutama ada beberapa area di perekonomian yang masih sangat terdampak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) seperti pariwisata dan hiburan. Ekonomi masih membutuhkan suku bunga rendah, yang mendukung perbaikan aktivitas ekonomi, sampai beberapa waktu. Mungkin dalam hitungan tahun. Selama apa pun itu, kami akan tetap ada," papar Powell dalam wawancara dengan National Public Radio, sebagaimana dikutip dari Reuters. Powell menambahkan, The Fed tidak akan menarik kebijakan ultra longgar. Tidak cuma suku bunga, juga berbagai fasilitas pemberian likuiditas ke pasar keuangan maupun sektor riil. Kami tidak akan menarik dukungan terhadap perekonomian secara prematur. Kami akan terus melakukan apa pun yang kami bisa," lanjutnya. Kebijakan ultra longgar yang akan dipertahankan dalam waktu lama tersebut membuat penguatan indeks dolar AS masih tertahan - PT RIFAN FINANCINDO Sumber : cnbcindonesia.com
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
February 2022
Categories |