RIFAN FINANCINDO BANDUNG - Harga emas dunia kembali turun pada perdagangan Kamis kemarin akibat menguatnya dolar Amerika Serikat (AS). The greenback memang menjadi salah satu penghadang laju emas di tahun ini, selain yang utama normalisasi kebijakan bank sentral AS (The Fed).
Meski demikian, bank investasi top asal Prancis, Societe Generale (SocGen) justru memprediksi harga emas akan terbang dalam 3 hingga 6 bulan ke depan. Melansir data Refinitiv, harga emas dunia pada perdagangan Kamis melemah 0,43% ke US$ 1.774,46/troy ons. Sejak jeblok pada pertengahan November lalu, harga emas dunia masih kesulitan untuk kembali ke atas US$ 1.800/troy ons Tetapi, peruntungan emas akan berbeda di tahun 2022. SocGen memprediksi harga emas di semester I-2022 akan mencapai US$ 1.900/troy ons atau naik sekitar 7% dari level penutupan kemarin. Pada bulan lalu, SocGen juga menyatakan emas bisa mencapai US$ 1.945 di kuartal I-2022. Artinya, ada potensi kenaikan nyaris 10% dalam tiga bulan ke depan. SocGen menegaskan meski harga emas tertekan di 2021, tetapi masih optimistis akan kenaikan harga emas akibat suku bunga rill yang rendah. "Meski Jerome Powell (ketua The Fed) kembali melanjutkan kepemimpinannya serta sikapnya yang hawkish, tetapi ahli strategi tingkat suku bunga kami memperkirakan tidak akan ada kenaikan sebelum semester II-2022. Hal tersebut, ditambah dengan prediksi ekonom kami yang memperkirakan inflasi yang lebih tinggi, menunjukkan tingkat suku bunga riil yang negatif. Hal itu merupakan kombinasi yang sempurna untuk emas," kata analis SocGen Kamis (9/12) sebagaimana diwartakan Kitco. Selain faktor tersebut, SocGen elemen penting yang bisa membawa harga emas naik yakni permintaan investor terhadap ETF (exchange trade fund) berbasis emas. Kabar baiknya, sepanjang bulan November terjadi inflow di pasar Exchange Trade Fund (ETF) berbasis emas sebesar 13,6 ton. Inflow tersebut dilaporkan oleh World Gold Council (WGC) dan menjadi yang pertama sejak bulan Juli. Investor emas juga patut optimistis, sebab triliuner Jeffrey Gundlach, yang dijuluki sang "raja obligasi", melihat inflasi di AS tidak akan ke bawah 4% di tahun depan. Gundlach juga melihat inflasi tersebut bisa mencapai 7% dalam beberapa bulan ke depan. The Fed yang diperkirakan akan menaikkan suku bunga secara agresif di tahun depan guna meredam inflasi tersebut menurut Gundlach malah akan menimbulkan masalah bagi perekonomian. Guna meredam inflasi tersebut, bank sentral AS (The Fed) diperkirakan akan menaikkan suku bunga secara agresif di tahun depan, dan Gundlach melihat hal tersebut akan menimbulkan masalah bagi perekonomian. "Kita kemungkinan akan melihat masalah di perekonomoian hanya dengan beberapa kali kenaikan suku bunga The Fed - empat kali kenaikan atau lebih. Jika suku bunga berada di 1% atau 1,5%, maka hal tersebut akan merusak perekonomian," kata Gundlach, sebagaimana diwartakan Kitco, Rabu (8/12). Selain itu, ia juga memperkirakan dolar AS akan jeblok di tahun depan akibat dobel defisit yang dialami Amerika Serikat. Dolar AS yang cukup kuat di tahun ini menjadi salah satu yang meredam kenaikan harga emas. "Dolar AS meredam kenaikan emas. Saya pikir ketika dolar AS turun maka emas akan kembali naik," tambahnya. Inflasi tinggi, masalah di perekonomian, serta dolar AS yang diprediksi akan merosot menjadi bahan bakar bagi emas untuk kembali meroket. Gundlach sendiri masih mempertahankan investasi emasnya untuk jangka panjang. Terakhir kali ia membeli emas pada September 2018 di harga US$ 1.180/troy ons - RIFAN FINANCINDO Sumber : cnbcindonesia.com
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
February 2022
Categories |