PT RIFAN FINANCINDO BANDUNG - Pandemi virus corona menyisakan duka yang mendalam. Selain bagi para pasien maupun korban meninggal serta sanak keluarganya, virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini juga menyebabkan bencana ekonomi yang luar biasa.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, jumlah pasien positif corona di seluruh negara per 25 Oktober 2020 mencapai 42.512.186 orang. Bertambah 438.633 orang (1,04%) dibandingkan sehari sebelumnya. Dalam 14 hari terakhir (12-25 Oktober), rata-rata pasien positif baru bertambah 381.861 orang per hari. Melonjak dibandingkan 14 hari sebelumnya yaitu 313.090, sementara pasien meninggal per 25 Oktober berjumlah 1.147.301 orang. Bertambah 5.669 orang (0,5%) dibandingkan sehari sebelumnya. Selama dua pekan terakhir, rata-rata tambahan pasien yang tutup usia mencapai 5.443 orang setiap harinya. Turun dibandingkan dua pekan sebelumnya yakni 5.654 orang, pandemi virus corona menjadi bencana ekonomi akibat penanggulangannya yang mengedepankan kebijakan pembatasan sosial (social distancing). Manusia diminta (atau bahkan diperintahkan) berjarak satu dengan lainnya, minimal 1-2 meter. Oleh karena itu, berbagai aktivitas yang menyebabkan manusia tidak berjarak menjadi tabu. Manusia dicabut dari akarnya sebagai makhluk sosial. Ini membuat kegiatan sehari-hari berubah drastis. Miliaran penduduk bumi disarankan untuk dirumahaja. Bekerja, belajar, dan beribadah di rumah. Hasilnya, terjadi perubahan aktivitas ekonomi secara mendasar. Kegiatan produksi terganggu karena tidak bisa beroperasi dengan kapasitas penuh. Permintaan pun anjlok karena apa yang mau dibeli kalau orang-orang masih banyak yang 'terpenjara' di rumah. Ekonomi ditekan dari dua sisi sekaligus, penawaran (supply) dan permintaan (demand). Ekonomi dunia pun menyusut. Satu demi satu Produk Domestik Bruto (PDB) berbagai negara masuk teritori negatif. Ekonomi tidak tumbuh, yang ada malah terkontraksi, kala kontraksi terjadi dua kuartal berturut-turut, itu namanya resesi. Saat ini sudah banyak negara yang jatuh ke jurang resesi. Teranyar adalah Korea Selatan. Pada kuartal III-2020, ekonomi Negeri Ginseng tumbuh negatif 1,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). PDB Korea Selatan sudah -2,7% pada kuartal sebelumnya, sehingga sah masuk resesi. Ini menjadi resesi pertama sejak 2009. Proses produksi yang terganggu dan penurunan permintaan membuat banyak perusahaan di seluruh dunia melambaikan tangan ke kamera. Menyerah, tidak mampu lagi melanjutkan hidup, di Korea Selatan, jumlah perusahaan yang bangkrut sampai semester I-2020 mencapai 522. Sudah melebihi jumlah sepanjang 2019 yaitu 485 perusahaan. Padahal pemerintah Korea Selatan tidak diam. Pada Maret lalu, Presiden Moon Jae-in meluncurkan stimulus fiskal senilai KRW 100 triliun (Rp 1.302,5 triliun dengan asumsi KRW 1 setara Rp 13,025 seperti kurs tengah transaksi Bank Indonesia 26 Oktober). Kami ingin meyakinkan bahwa perusahaan-perusahaan tidak akan bangkrut akibat pandemi virus corona. Perusahaan yang masih normal dan kompetitif tidak akan tutup hanya karena kekurangan likuiditas jangka pendek, tegas Moon kala itu. Namun apa daya, sepertinya stimulus sebesar itu pun tidak bisa menyelamatkan ratusan perusahaan dari kebangkrutan. Ini menandakan skala krisis akibat pandemi virus corona sudah sangat dahsyat, duit lebih dari Rp 1.000 triliun pun tidak cukup untuk membantu. Tidak hanya di Korea Selatan, tsunami kebangkrutan juga melanda perusahaan di negara-negara lain. Di jepang, jumlah kasus kepailitan yang disidangkan di pengadilan dalam sembilan bulan pertama 2020 adalah 6.047. Bahkan jumlah tersebut sepertinya hanya punak gunung es. Tokyo Shoko Research, sebuah lembaga think-tank, memperkirakan hampir 36.000 perusahaan di Negeri Matahari Terbit memilih untuk menutup bisnisnya. Pada akhir tahun, jumlahnya bisa mencapai 53.000. Dengan pandemi yang sepertinya akan berlanjut, peningkatan jumlah perusahaan yang tidak bisa melanjutkan bisnisnya sulit untuk dihindari," sebut laporan Tokyo Shoko Research, sektor usaha yang paling banyak mencatatkan kebangkrutan, lanjut laporan itu, adalah di sektor jasa yaitu mencapai 31%. Disusul oleh sektor konstruksi (18%) dan ritel (13%). Di negara maju lainnya yaitu Amerika Serikat (AS), jumlah pengajuan pailit alias Chapter 11 pada semester I-2020 tercatat 4.207. Naik 14,82% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, pengajuan pailit ini kebanyakan menimpa usaha kecil yang tidak punya akses permodalan maupun stimulus dari pemerintah. Sayangnya, kebangkrutan akan terus meningkat di tengah situasi ekonomi yang seperti ini," sebut Deirde O'Connor, Direktur Pelaksana Epiq (lembaga restrukturisasi bisnis di AS). Beberapa perusahaan AS yang bangkrut pun bukan kaleng-kaleng. Ada nama-nama besar seperti Gold's Gym (pusat kebugaran), JCPenney (pertokoan ritel), GNC (suplemen kesehatan), sampai Sizzler (restoran). Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan nilai ekonomi yang hilang akibat pandemi virus corona mencapai US$ 28 triliun atau sekira Rp 411.516 triliun hingga 2025. Ini akan menjadi sebuah pukulan yang sangat terasa. Ouput ekonomi secara kumulatif dibandingkan pra-pandemi kami perkirakan berkurang US$ 11 triliun (Rp 161.667 triliun) pada 2020-2021 sehingga totalnya menjadi US$ 28 triliun selama periode 2020-2025. Ini akan sangat mempengaruhi standar kehidupan di seluruh negara, ungkap Gita Gopinath, Kepala Ekonom IMF, dalam blog resminya. Proyeksi yang tidak kalah menyedihkan datang dari Bank Dunia. Lembaga yang dipimpin oleh David Malpass itu memperkirakan pendapatan per kapita penduduk planet bumi akan berkurang 3,6% yang membuat jutaan orang jatuh ke jurang kemiskinan ekstrem. Ini adalah proyeksi yang menyedihkan, krisis kali ini sepertinya akan meninggalkan luka yang sangat dalam dan menyebabkan perubahan signifikan. Hal pertama dan paling utama adalah bagaimana mengatasi masalah kesehatan. Selebihnya, kita harus bersama-sama menemukan jalan untuk menuju pemulihan ekonomi secepat mungkin untuk mencegah lebih banyak lagi orang yang menjadi miskin dan menganggur, papar Ceyla Pazarbasioglu, Wakil Presiden Bank Dunia untuk Pertumbuhan Berkeadilan, seperti dikutip dari keterangan tertulis - PT RIFAN FINANCINDO Sumber : cnbcindonesia.com
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
February 2022
Categories |