PT Rifan Financindo Berjangka - Nikkei, Hang Seng & IHSG Menguat, Shanghai Letoy Sendirian11/25/2020 PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA BANDUNG - Kabar bagus datang bertubi-tubi belakangan ini, perkembangan vaksin virus corona sudah menunjukkan kemajuan yang memberikan harapan hidup akan segera kembali normal.
Serangkaian kabar tersebut membuat harga emas ambrol. Melansir data Refinitiv, kemarin harga emas ambrol 1,85%, sementara pada hari ini Selasa merosot 1,22% ke US$ 1.813,30/troy ons pada pukul 17:54 WIB. Yang menarik, dolar AS juga tertekan pada hari ini. Indeks dolar AS turun 0,3% ke 92,22. Dolar AS dan emas merupakan 2 aset yang memiliki korelasi negatif, artinya ketika dolar AS melemah maka emas akan cenderung menguat begitu juga sebaliknya. Hal ini terjadi karena emas dunia dibanderol dengan dolar AS, ketika the greenback melemah, maka harga emas bagi pemegang mata uang lainnya menjadi lebih murah dan permintaannya berpotensi meningkat, sehingga harganya akan terdongkrak. Selain itu, faktor-faktor yang membuat dolar AS melemah seperti stimulus moneter dan fiskal justru menjadi "bahan bakar" bagi emas untuk menguat. Tetapi di belakangan ini, pergerakan keduanya cenderung searah. Sepanjang bulan November, harga emas dunia ambrol 3,4%, sementara indeks dolar AS merosot nyaris 2%. Kemenangan Joseph 'Joe' Biden dalam pemilihan presiden AS sebenarnya sempat membawa harga emas dunia menguat ke US$ 1.965/troy ons, sementara dolar AS langsung tertekan. Biden diprediksi akan menggelontorkan stimulus fiskal lebih besar ketimbang petahana Donald Trump, yang membuat emas menguat dan dolar AS KO. Tetapi kabar terbaru vaksin virus corona membuat keduanya bergerak searah ke bawah. Perusahaan farmasi asal AS, Pfizer dan Moderna, mengklaim vaksin buatannya sukses menangkal virus corona lebih dari 90%. Kemudian disusul dengan perusahaan asal Inggris AstraZeneca yang mengklaim vaksinya efektif hingga 90%. Alhasil, sentimen pelaku pasar membaik, dan mengalirkan investasinya ke aset-aset berisiko. Bursa saham AS (Wall Street) melesat hingga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa. Indeks S&P 500 membukukan penguatan 9,4% sepanjang November. Investasi juga mengalir ke nagara-negara emerging market seperti Indonesia. Berdasarkan rilis Perkembangan Indikator Stabilitas Nilai Rupiah, data transaksi 2-5 November 2020, menunjukkan nonresiden di pasar keuangan domestik beli neto Rp3,81 triliun, dengan beli neto di pasar SBN sebesar Rp3,87 triliun dan jual neto di pasar saham sebesar Rp 60 miliar. Sementara data transaksi 9 -12 November 2020, menunjukkan beli neto Rp7,18 triliun, dengan beli neto di pasar SBN sebesar Rp 4,71 triliun dan beli neto di pasar saham sebesar Rp 2,47 triliun. Kemudian pada periode 16-19 November aksi beli asing mencapai Rp 8,53 triliun, sebesar Rp 7,04 triliun di pasar SBN, dan Rp 1,49 triliun di pasar saham. Semakin banyak vaksin yang diklaim berhasil mengatasi virus corona tentunya membuat hidup akan normal kembali lebih cepat. Alhasil, daya tarik emas sebagai aset aman (safe haven) meredup. Selain itu data ekonomi dari AS juga menunjukkan kejutan. Ekspansi sektor manufaktur justru semakin meningkat meski Negeri Paman Sam sedang mengalami lonjakan kasus penyakit virus corona (Covid-19). Markit melaporkan, purchasing managers' index (PMI) manufaktur di bulan ini melesat ke 56,7 dari bulan sebelumnya 53,4. PMI manufaktur menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di atasnya berarti ekspansi, sementara di bawah 50 artinya kontraksi. Ekspansi sektor manufaktur AS yang mengejutkan, serta perkembangan vaksin virus corona membuat kemungkinan gelontoran stimulus fiskal tidak akan sebesar ekspektasi sebelumnya. Stimulus fiskal merupakan salah satu "bahan bakar" emas untuk menguat, jika nilainya kecil tentunya logam mulia ini menjadi kurang bertenaga. Stimulus fiskal di AS memang masih tanda tanya berapa nilainya. Tetapi di luar itu, perbedaan yield (imbal hasil) di AS dengan Eropa bisa menjadi pemicu utama harga emas akan terus merosot. Hal tersebut diungkapkan oleh Carley Garner, founder perusahaan broker DeCarley Trading. Carley melihat pelemahan dolar AS sudah selesai sebab akan ada aliran modal yang masuk ke Negeri Paman Sam. Terhentinya pelemahan dolar AS tersebut membuat emas berisiko turun ke US$ 1.500/troy ons. Saya pikir pelemahan dolar AS sudah mencapai dasarnya jadi penguatan emas sudah berakhir, kata Garner sebagaimana dilansir Kitco. Garner melihat, meski bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) tidak akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat, tetapi di Eropa yield sudah negatif yang membuat aliran modal akan masuk ke AS. Untuk diketahui, yield obligasi AS tenor 10 tahun hari ini berada di kisaran 0,8684%, sementara obligasi tenor yang sama di Eropa, misalnya Jerman saat ini negatif 0,578%. Melihat perbedaan tersebut, berinvestasi di AS tentunya lebih menarik ketimbang di Jerman, sehingga kemungkinan aliran modal akan masuk ke Negeri Paman Sam. "The Fed diperkirakan tidak akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat, tetapi dengan tingkat suku bunganya saat ini (0,25%) masih lebih tinggi ketimbang Eropa dimana yield-nya negatif. Saya pikir akan banyak investasi masuk ke AS untuk membeli obligasi dan mungkin saham. Itu akan menahan penurunan dolar AS," tambahnya. Menurutnya, dalam suatu waktu di tahun depan emas akan menyentuh US$ 1.500/troy ons. "Emas perlu waktu untuk sampai disana (US$ 1.500/troy ons), tetapi pada suatu waktu di tahun depan, mungkin di kuartal I, atau mungkin di kuartal II, saat pikir saat itu," kata Garner - PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA Sumber : cnbcindonesia.com
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
February 2022
Categories |