PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA BANDUNG - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu, dan mencatat pelemahan dalam 3 hari beruntun. Rupiah terpuruk di saat mayoritas mata uang utama Asia menguat melawan dolar AS.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di Rp 14.470/US$. Setelahnya rupiah langsung merosot 0,66% ke Rp 14.565/US$. Selepas tengah hari, rupiah berhasil memangkas pelemahan dan berakhir di Rp 14.520/US$, melemah 0,35%. Dengan pelemahan tersebut, hingga pukul 15:13 WIB, rupiah menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia. Selain rupiah ada yen Jepang dan baht Thailand yang melemah melawan dolar AS. Sementara mata uang lainnya menguat. Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia. Fakta menguatnya mayoritas mata uang utama menunjukkan dolar AS sedang melemah. Tetapi rupiah justru terpuruk. Capital outflow menjadi pemicu pelemahan rupiah. Di pasar saham, investor asing melakukan aksi jual bersih lebih dari Rp 1 triliun, yang membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 1,4%. Sementara itu di pasar obligasi juga kemungkinan terjadi hal yang sama, terlihat dari kenaikan yield. Melansir data Refinitiv, yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun naik 2 basis poin ke 6,814%. Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi, saat harga turun maka yield akan naik. Begitu juga sebaliknya. Ketika harga turun, artinya terjadi aksi jual yang mensinyalkan capital outflow. Tidak hanya hari ini, sepanjang tahun 2021 juga terjadi capital outflow di pasar obligasi. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sepanjang tahun ini hingga 29 Maret lalu, terjadi capital outflow sebesar Rp 26 triliun di pasar obligasi. Pada periode yang sama, nilai tukar rupiah melemah lebih dari 3%. Naiknya yield obligasi (Treasury) AS menjadi pemicu capital outflow di pasar obligasi. Ekspektasi pemulihan ekonomi AS yang lebih cepat dari perkiraan, serta kenaikan inflasi membuat pelaku pasar melepas Treasury yang membuat yield-nya naik. Alhasil, selisih yield Treasury dengan Surat Berharga Negara (SBN) menjadi menyempit. Dengan status Indonesia yang merupakan negara emerging market, menyempitnya selisih yield membuat SBN menjadi kurang menarik, sehingga memicu capital outflow yang pada akhirnya menekan rupiah. Menurut ekonom senior Chatib Basri, kondisi sekarang dinamakan tantrum without tapering alias pembalikkan atau gejolak sudah terjadi padahal The Fed tidak menaikkan suku bunga acuan. Hal ini bisa terhenti atau tidak sangat bergantung pada kekuatan The Fed menjaga pergerakan pasar. The Fed, kata Chatib mungkin akan mengambil langkah dengan intervensi pada yield Treasury. Caranya Bank Sentral membeli surat utang jangka panjang dari pasar. Tujuannya agar yield tidak terlalu tinggi. Kalau dilakukan maka ekspektasi inflasi bisa dikendalikan, itu berarti The Fed harus beli bond jangka panjang, harus stabilisasi - PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA Sumber : cnbcindonesia.com
0 Comments
PT RIFAN FINANCINDO BANDUNG - Perdagangan bursa saham Jepang ditutup dengan gain yang moderat pada perdagangan hari Selasa, setelah dibuka lebih rendah dari kekuatan sesi sebelumnya. Indeks Nikkei naik ke tertinggi 2 pekan oleh optimisme prospek pertumbuhan ekonomi AS yang lebih cepat tahun ini dan hiraukan kekhawatiran bahwa bank global dapat kehilangan lebih dari $6 miliar dari kejatuhan Archegos Capital.
Tekanan awal sesi juga dipicu oleh laporan media lokal mengatakan bahwa jumlah mingguan kasus baru virus corona di Jepang telah melebihi 10.000 untuk pertama kalinya dalam enam minggu. Indeks harian Nikkei ditutup naik 248,18 poin atau 0,16% menjadi 29432,7, tertinggi sejak 19 Maret. Namun untuk indeks Topix turun 0,78% menjadi ditutup pada 1.977,86. Untuk indeks Nikkei berjangka bulan Juni 2021 bergerak positif dengan naik 400 poin atau 1,37% ke posisi 29480. Penguatan Nikkei mendapat dorongan dari lonjakan saham industri penerbangan seperti saham ANA Holdings melonjak 3,49% dan saham Japan Airlines naik 2,53% dan sektor perkapalan seperti saham Kawasaki Kisen melonjak 5,19% dan Nippon Yusen naik 3,61%. Untuk saham top gainers Nikkei seperti saham J.Front Retailing Co, naik 5,24% dan saham Kawasaki Kisen dan CyberAgent Inc, naik 4,04%, sebaliknya yang menjadi top looser yaitu saham Japan Post Holdings, turun 6,41% dan saham Sumitomo Corp turun 3,06% - PT RIFAN FINANCINDO Sumber : vibiznews.com PT RIFAN BANDUNG - Harga emas cenderung stabil di tengah minimnya katalis positif. Pekan ini pun sentimen di pasar cenderung terpecah. Tak ada konsensus kuat yang tercapai soal arah harga si logam kuning.
Mengawali pekan ini, harga emas di arena pasar spot melemah tipis 0,08% dibandingkan dengan penutupan minggu lalu. Untuk 1 troy ons emas kini dibanderol di US$ 1.730. Harga emas cenderung tak banyak bergerak meskipun yield obligasi pemerintah AS maupun greenback cenderung menguat dan membuat opportunity cost memegang aset tak berimbal hasil seperti emas menjadi naik dan kurang menarik. Survei yang dilakukan oleh Kitco terhadap 16 analis Wall Street dan 807 investor di Main Street menunjukkan bahwa keduanya memiliki perbedaan pendapat. Mayoritas analis Wall Street (50%) cenderung bearish terhadap emas minggu ini. Sementara itu mayoritas investor di Main Street (47%) cenderung bullish. Emas diperkirakan sulit untuk tembus rekor lagi dalam waktu singkat karena minimnya katalis. Terutama dari sisi makroekonomi. Emas tampak nyaman pada tingkat harga saat ini. Permintaan fisik menjadi bantalan pada sisi negatifnya, tetapi katalis makro untuk mendorong risiko naik tidak ada," kata analis logam mulia Standard Chartered Suki Cooper kepada Kitco News. Emas merupakan salah satu aset yang tidak memberikan imbal hasil. Return dari memegang aset ini sangat bergantung pada kepercayaan investor. Sementara itu kepercayaan investor itu sendiri dibangun oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah biaya peluang. Kenaikan yield membuat biaya peluang memegang emas menjadi naik pula sehingga menekan harga si logam kuning. Namun di saat yield melemah, dolar AS justru menguat. Inilah yang membuat harga emas tertahan. Pergerakan emas dan dolar AS cenderung berlawanan arah atau berkorelasi negatif. Ketika dolar AS menguat, maka harga emas cenderung mengalami koreksi. Begitu juga sebaliknya. Prospek perekonomian yang lebih baik membuat yield terus menguat. Tren kenaikan yield diperkirakan bakal berlanjut. Para ekonom dan analis pasar melihat peluang yield bisa tembus 2,5%. Apabila hal tersebut terjadi maka ini bukan hal yang baik untuk emas. Kenaikan yield mempengaruhi emas lewat dua hal. Pertama adalah opportunity cost dan kedua adalah naiknya yield memberikan momentum bagi dolar AS untuk terus menguat. Ini bakal menjadi pukulan ganda bagi emas. Credit Suisse pun menurunkan perkiraan emasnya. Bank tersebut sekarang memperkirakan harga emas rata-rata tahun ini sekitar US$ 1.900/troy ons, turun dari perkiraan sebelumnya US$ 2.100. Mereka juga melihat harga emas yang lebih rendah pada tahun 2022, dengan rata-rata emas sekitar US$ 2.100 tahun depan, turun dari perkiraan sebelumnya sebesar US$ 2.300 - PT RIFAN Sumber : cnbcindonesia.com RIFAN FINANCINDO BERJANGKA BANDUNG - Harga emas masih sulit tembus level psikologis US$ 1.750/troy ons. Dalam dua pekan terakhir harga emas bergerak di rentang US$ 1.720 - US$ 1.745 per troy ons.
Pada perdagangan pagi akhir pekan ini, harga emas dunia di arena pasar spot mengalami kenaikan tipis sebesar 0,07% ke US$ 1.728/troy ons. Imbal hasil obligasi pemerintah AS yang sebelumnya tembus 1,7% sekarang sudah melandai di 1,6%. Momen ini sebenarnya berpeluang membuat harga emas menguat. Namun di saat yang sama apresiasi dolar AS menahan kenaikan harga emas. Greenback dan emas merupakan dua aset yang cenderung bergerak berlawanan arah atau berkorelasi negatif. Emas merupakan salah satu aset yang tidak memberikan imbal hasil. Return dari memegang aset ini sangat bergantung pada kepercayaan investor. Sementara itu kepercayaan investor itu sendiri dibangun oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah biaya peluang. Kenaikan yield membuat biaya peluang memegang emas menjadi naik pula sehingga menekan harga si logam kuning. Namun di saat yield melemah, dolar AS justru menguat. Inilah yang membuat harga emas tertahan. Pergerakan emas dan dolar AS cenderung berlawanan arah atau berkorelasi negatif. Ketika dolar AS menguat, maka harga emas cenderung mengalami koreksi. Begitu juga sebaliknya. Faktor pemicu penguatan dolar AS adalah pernyataan ketua bank sentral AS Jerome Powell saat rapat kerja dengan Kongres. Kali ini dengan Komite Perbankan Senat. Dalam kesempatan tersebut Powell mengatakan ekonomi AS akan tumbuh dengan kuat tahun ini. Prospek perekonomian yang lebih baik membuat yield terus menguat. Tren kenaikan yield diperkirakan bakal berlanjut. Para ekonom dan analis pasar melihat peluang yield bisa tembus 2,5%. Apabila hal tersebut terjadi maka ini bukan hal yang baik untuk emas. Kenaikan yield mempengaruhi emas lewat dua hal. Pertama adalah opportunity cost dan kedua adalah naiknya yield memberikan momentum bagi dolar AS untuk terus menguat. Ini bakal menjadi pukulan ganda bagi emas. Harga emas turun sekitar 11% dari level tertinggi yang terlihat di awal tahun. Banyak bank besar mulai merevisi perkiraan harga emas mereka seiring optimisme pemulihan ekonomi yang kuat terus tumbuh. Credit Suisse adalah bank terbaru yang menurunkan perkiraan emasnya. Bank tersebut sekarang memperkirakan harga emas rata-rata tahun ini sekitar US$ 1.900/troy ons, turun dari perkiraan sebelumnya US$ 2.100. Mereka juga melihat harga emas yang lebih rendah pada tahun 2022, dengan rata-rata emas sekitar US$ 2.100 tahun depan, turun dari perkiraan sebelumnya sebesar US$ 2.300. Meskipun beberapa analis melihat risiko jangka pendek lebih lanjut untuk emas, mereka memperingatkan bahwa aksi jual di pasar obligasi sudah berlebihan. Dalam wawancara baru-baru ini dengan Kitco News, George Milling-Stanley, kepala strategi emas di State Street Global Advisors, mengatakan bahwa dalam lingkungan di mana Federal Reserve diharapkan untuk mempertahankan suku bunga pada kisaran nol persen di masa mendatang, imbal hasil obligasi pada 2% adalah salah satu bentuk irasionalitas di pasar - RIFAN FINANCINDO BERJANGKA Sumber : cnbcindonesia.com RIFAN FINANCINDO BANDUNG - Harga emas rebound pada akhir sesi Rabu (Kamis pagi WIB), mengakhiri penurunan dua hari berturut-turut, karena investor mengabaikan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat dan dolar yang lebih kuat karena logam safe haven menarik dukungan dari panggilan berulang dari Federal Reserve.Presiden (Fed) Jerome Powell akan mempertahankan suku bunga rendah mendekati nol.
Kontrak harga emas teraktif untuk pengiriman April di divisi COMEX New York Stock Exchange naik US $ 8,10 atau 0,47 persen menjadi ditutup pada $ 1.733,20 Amerika per ounce. Sehari sebelumnya, Selasa 23 Maret 2021 emas berjangka turun US $ 13 atau 0,75 persen menjadi US $ 1.725,10. The Fed mengatakan bahwa terlepas dari kenyataan bahwa kita dapat melihat inflasi yang lebih tinggi, tampaknya ingin melewatinya, yang pada akhirnya berarti bahwa kita dapat melihat lonjakan inflasi dan Fed tetap tidak terlibat faktor-faktor ini membantu emas di sini," kata Bart Melek, kepala bagian strategi, TD Securities Commodities. Ketua Fed Powell mengatakan kepada anggota parlemen pada hari Selasa bahwa dia mengharapkan beberapa inflasi tetapi itu tidak akan terlalu besar atau persisten. Bank sentral Amerika Serikat berjanji untuk mempertahankan suku bunga yang dipatok mendekati nol pada pertemuan kebijakan pekan lalu. Keuntungan emas datang meskipun imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat 10-tahun dan dolar terus naik. Dolar yang lebih kuat membuatnya lebih mahal untuk menyimpan emas bagi pemegang mata uang lainnya. Sementara emas bisa mencapai 1.900 dolar Amerika Serikat, dolar yang kuat, yang diperkirakan tidak akan melemah dalam waktu dekat karena pandemi lockdown di Eropa dan potensi untuk meningkatkan kinerja Amerika Serikat dibandingkan dengan tabungan lainnya, tetap menjadi kendala. Hasil yang lebih tinggi juga mempertanyakan status emas sebagai lindung nilai inflasi, karena ini diterjemahkan ke dalam peluang kerugian yang lebih tinggi dengan memegang komoditas yang tidak produktif. Harga emas tidak mungkin bergerak di luar kisaran $ 1.700 hingga $ 1.750 hingga akhir tahun, ketika pertumbuhan dan inflasi cenderung stagnan, karena investor cenderung fokus pada aset dan komoditas yang telah mengikuti inflasi yang lebih tinggi sejauh ini, kata Blue Kepala strategi pasar Line Futures Phillip Streible di Chicago - RIFAN FINANCINDO Sumber : antarnews.com PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA BANDUNG - Pergerakan sebagian besar komoditas pada perdagangan kemarin hingga pagi ini kompak mengalami pelemahan. Reli harga selama beberapa pekan di beberapa komoditas membuat investor komoditas merealisasikan keuntungannya pada pagi hari ini dan membuat harga-harga komoditas utama melemah bersamaan.
Untuk komoditas emas, pada pagi hari ini harganya melemah 0,67% ke level US$ 1.727,32/troy ons pada pukul 8:29 WIB, melansir data Refinitiv. Posisi tersebut masih belum jauh dari level terendah 9 bulan US$ 1.713,91/troy ons, yang dicapai pada 8 Maret lalu. Yield Treasury AS yang menajak hingga ke level tertinggi sejak Januari 2020, sebelumnya membuat emas terus tertekan. Sebabnya, Treasury sama dengan emas merupakan aset aman (safe haven). Bedanya Treasury memberikan imbal hasil (yield) sementara emas tanpa imbal hasil. Dengan kondisi tersebut, saat yield Treasury terus menanjak maka akan menjadi lebih menarik ketimbang emas. Sehingga emas menjadi kurang diuntungkan ketika yield Treasury menanjak, sebaliknya saat yield turun maka emas akan mendapat sentimen positif. Namun, dalam 2 hari terakhir, yield Treasury terus menurun, tetapi nyatanya emas malah ikut menurun. Kali ini, giliran indeks dolar AS yang membuat harga emas tertekan. Indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini melesat 0,65% ke 92,336, mendekati level tertinggi dalam 4 bulan terakhir. Emas merupakan aset yang dibanderol dengan dolar AS, kala mata uang Paman Sam tersebut menguat, maka harganya menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya. Alhasil, permintaan emas berisiko berkurang dan harganya menurun serta bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang menegaskan belum akan mengurangi stimulus moneter dalam waktu dekat. Tepat satu tahun lalu, pemerintah AS juga menggelontorkan stimulus fiskal senilai US$ 2 triliun, dan The Fed membabat habis suku bunganya menjadi 0,25% serta mengaktifkan kembali program pembelian aset (quantitative easing/QE). Sejak saat itu, harga emas terus menanjak hingga mencapai rekor tertinggi sepanjang masa US$ 2.072,49/troy ons pada 7 Agustus 2020. Tetapi di tahun ini, stimulus fiskal dan moneter tersebut belum mampu mendongkrak harga emas dunia. Apakah ini pertanda emas dunia tidak akan menguat lagi? Chris Vermeulen, kepala strategi pasar di The Technical Traders mengatakan dalam jangka pendek harga emas masih akan tertekan, sementara dalam jangka panjang harga emas masih akan kembali menguat. "Dalam jangka panjang saya bullish (tren naik) terhadap emas, tetapi dalam jangka pendek emas akan sulit untuk menguat," kata Vermeulen dalam wawancara dengan Kitco. Vermeulen juga mengatakan, ia memprediksi harga emas akan mencapai US$ 2.600/troy ons 2 tahun ke depan - PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA Sumber : cnbaindonesia.com PT RIFAN FINANCINDO BANDUNG - Harga emas turun pada awal perdagangan sesi AS, tertekan oleh para penjual berdasarkan analisa tehnikal dan oleh pasar saham global yang stabil ditengah sedikit turunnya yields obligasi AS.
Emas berjangka kontrak bulan April stabil di $1,740.50 per troy ons. Sementara perak Comex bulan Mei turun $0.561 ke $25.76 per ons. Pasar saham global bervariasi dalam perdagangan semalam. Indeks saham AS mengarah bervariasi dalam rentang yang sempit pada saaat pembukaan perdagangan sesi New York dimulai. Saat ini tidak ada banyak sentimen keengganan terhadap resiko di pasar global. Hal ini merupakan faktor bearish bagi metal safe-haven. Dalam perdagangan semalam, Lira Turki jatuh sekitar 10% terhadap dollar AS setelah dipecatnya pejabat bank sentral top Turki pada hari Sabtu minggu lalu oleh Presiden Turki. Sekalipun berita ini tidak berdampak secara signifikan terhadap pasar keuangan dan matauang, para trader akan mengamati Lira Turki dalam jangka pendek. Sementara itu meskipun dollar AS sedang tertekan turun, mengikuti turunnya yield treasury AS, dimana indeks dollar AS melemah, mengikuti turunnya yields treasury 10 tahun AS dari 1.75% ke 1.67%, namun dollar AS berpotensi berbalik naik kembali yang dapat menekan harga emas. Dollar AS sempat naik oleh karena pergerakan safe-haven akibat kejatuhan Lira Turki, dan datangnya gelombang ketiga dari pandemik virus corona ke Eropa. Hal kunci diluar pasar metal adalah turunnya harga minyak mentah berjangka Nymex dan diperdagangkan disekitar $61.30 per barel. Support terdekat menunggu di $1,726.40 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke $1,702.15 dan kemudian $1,673.30. “Resistance” terdekat menunggu di $1,747.00 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke $1,754.20 dan kemudian $1,775.00 - PT RIFAN FINANCINDO Sumber : vibiznews.com PT RIFAN BANDUNG - Harga emas dunia membukukan penguatan di pekan ini, semakin menjauhi level terendah dalam 9 bulan US$ 1.676,1/troy ons yang disentuh pada 8 Maret lalu.
Melansir data Refinitiv, sepanjang pekan ini emas dunia menguat 1,06% ke US$ 1.744,74/troy ons di pasar spot. Dengan demikian, emas kini sudah membukukan penguatan 2 pekan beruntun. Meski demikian, kenaikan harga emas tersebut terbilang mengecewakan, sebab terjadi saat bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed menegaskan tidak akan merubah kebijakan moneter dalam waktu dekat, dan stimulus fiskal senilai US$ 1,9 triliun sudah digelontorkan sejak pekan lalu. Stimulus moneter dan fiskal bahan bakar utama emas untuk menguat yang mengantarkannya mencetak rekor tertinggi sepanjang masa US$ 2.072,49/troy ons pada 7 Agustus tahun lalu. Dan stimulus yang sama masih dipertahankan The Fed untuk jangka waktu yang cukup lama. Dalam pengumuman kebijakan moneter Kamis dini hari waktu Indonesia, The Fed sekali lagi menegaskan belum akan mengubah kebijakannya dalam waktu dekat, artinya program pembelian aset (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar masih dipertahankan, dan suku bunga tidak akan dinaikkan hingga tahun 2023. Dalam konferensi pers, ketua The Fed, Jerome Powell, mengakui perekonomian Amerika Serikat sudah membaik, bahkan proyeksi produk domestik bruto (PDB) dinaikkan cukup signifikan. Di tahun ini, PDB Paman Saham diperkirakan tumbuh 6,5%, jauh lebih tinggi ketimbang proyeksi yang diberikan bulan Desember lalu 4,2%. Sementara di tahun 2022, diprediksi tumbuh 3,3% naik dari sebelumnya 3,2%. Meski perekonomian AS membaik, tetapi menurut The Fed masih belum cukup untuk merubah kebijakan moneternya. Inflasi yang tinggi lebih dari 2% di tahun ini menurut Powell terjadi akibat low base affect, dimana tahun lalu inflasi merosot akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19) yang membuat perekonomian AS mengalami resesi. Oleh karena itu, kenaikan inflasi tersebut belum akan cukup untuk membuat The Fed menaikkan suku bunga. The Fed menetapkan target rata-rata inflasi 2%, artinya inflasi akan dibiarkan lebih dari 2% dalam waktu yang lebih lama, sebelum mulai menaikkan suku bunga. "Saya menegaskan, kenaikan inflasi di atas 2% di tahun ini hanya sementara, dan tidak akan cukup memenuhi target kami," kata Powell. Secara umum, hasil rapat kebijakan moneter The Fed kali ini menegaskan kebijakan moneter masih tetap longgar meski perekonomian AS sudah membaik. Sayangnya, dengan stimulus moneter yang masih akan ada dalam waktu yang cukup lama, serta stimulus fiskal yang baru dirilis, emas hanya mampu menguat 1% saja. Penyebab emas belum mampu menguat tajam adalah yield obligasi (Treasury) yang terus menanjak. Sebabnya, Treasury sama dengan emas merupakan aset aman (safe haven). Bedanya Treasury memberikan imbal hasil (yield) sementara emas tanpa imbal hasil. Dengan kondisi tersebut, saat yield Treasury terus menanjak maka akan menjadi lebih menarik ketimbang emas. Sehingga emas menjadi kurang diuntungkan ketika yield Treasury menanjak, sebaliknya saat yield turun maka emas akan mendapat sentimen positif. Kemarin yield Treasury AS tenor 10 tahun naik 0,3 basis poin ke 1,7320%. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak Januari 2020 atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi, dan The Fed belum membabat habis suku bunganya menjadi 0,25% dan program quantitative easing (QE) belum dijalankan. The Fed sebelumnya diperkirakan akan menjalankan Operation Twist guna meredam kenaikan yield tersebut. Operation Twist dilakukan dengan menjual obligasi AS tenor pendek dan membeli tenor panjang, sehingga yield obligasi tenor pendek akan naik dan tenor panjang menurun. Hal tersebut dapat membuat kurva yield melandai. Mark Cabana, ahli strategi suku bunga di Bank of America Global Research, mengatakan Operation Twist merupakan kebijakan yang sempurna untuk meredam gejolak di pasar obligasi. "Operation Twist, dengan menjual obligasi tenor rendah dan membeli tenor panjang secara simultan adalah kebijakan yang sempurna menurut pandangan kami," kata Cabana, sebagaimana dilansir CNBC International. Nyatanya, dalam pengumuman kebijakan moneter Kamis dini hari waktu Indonesia, The Fed malah tidak mempermasalahkan kenaikan yield Treasury tersebut. The Fed masih cukup nyaman dengan kenaikan yield Treasury, selama itu merupakan respon dari membaiknya perekonomian. Alhasil, yield Treasury terus menanjak dan harga emas sulit menguat - PT RIFAN Sumber : cnbcindonesia.com Rifan Financindo Berjangka - Harga Emas Kembali Naik Ditopang Pelemahan Imbal Hasil Obligasi AS3/19/2021 RIFAN FINANCINDO BERJANGKA BANDUNG - Harga emas kembali naik pada Jumat petang seiring melemahnya imbal hasil obligasi AS. Dan, logam kuning ini tampaknya akan mencatatkan kenaikan untuk sepekan ini.Harga emas berjangka kembali naik 0,40% ke $1.739,45 per troy ons pukul 14.01 WIB dan XAU/USD turun 0,23% ke $1.740,63 menurut data Investing.com. Adapun indeks dolar AS turun tipis 0,08% di 91,793 dan yield obligasi AS untuk tenor 10 tahun jatuh 2,10% di 1,693 sampai pukul 13.58 WIB
Imbal hasil Treasury 10 tahun AS naik di atas 1,75% untuk pertama kalinya dalam 14 bulan pada hari Kamis pasca Federal Reserve AS berjanji untuk memantau tingkat inflasi dan mempertahankan suku bunga mendekati 0% hingga setidaknya akhir tahun 2023 ketika mengumumkan keputusan kebijakan pada hari Rabu. Di sisi data, jumlah warga Amerika yang mengajukan klaim menganggur selama seminggu terakhir tanpa diduga naik menjadi 770.000. Perkiraan yang disiapkan oleh Investing.com telah memprediksi 700.000 klaim tercatat, sementara 725.000 klaim telah dilaporkan pada minggu sebelumnya. Namun, kemajuan peluncuran vaksin COVID-19 di AS dapat membuat pasar tenaga kerja negara itu mendapatkan kembali pijakannya saat bisnis mulai dibuka kembali. Bank of Japan mempertahankan suku bunganya tidak berubah sebesar 0,10% dalam keputusan rapat kebijakan sebelumnya. Di Eropa, Bank of England juga mempertahankan suku bunga tidak berubah di 0,10% saat mengumumkan keputusannya pada hari Kamis. Bank sentral ini mengatakan meskipun pemulihan ekonomi Inggris dari COVID-19 semakin cepat, para pejabat tetap terpecah soal prospek pemulihan jangka panjang. Komentar tersebut juga memberikan ekspektasi untuk pembalikan langkah-langkah stimulus. Bank sentral Eropa (ECB) kemungkinan perlu waktu sebelum percepatan pencetakan uang yang baru-baru ini disepakati, kata Presiden Christine Lagarde pada hari yang sama. Di sisi penawaran, Swiss pada bulan Februari mengirim emas ke China untuk pertama kalinya sejak September 2020. Pengiriman ke India dan Thailand juga tercatat di level tertinggi beberapa tahun. Untuk logam mulia lainnya, palladium anjlok 2,11% ke 2.616,50 pukul 14.09 WIB. Nornickel Rusia, produsen logam terbesar, memangkas perkiraan produksi dan memicu kekhawatiran pasokan. Perak turun 0,48% di 26,225 dan platinum turun tipis 0,02% di 1.210,85. Dari tanah air, harga emas Antam (JK:ANTM) anjlok Rp10.000 dari Rp935.000 pada Kamis menjadi Rp925.000 pagi ini menurut laman Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia pukul 08.13 WIB - RIFAN FINANCINDO BERJANGKA Sumber : investing.com RIFAN FINANCINDO BANDUNG - Meskipun Federal Reserve AS memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS melonjak 6,5 persen pada tahun 2021 dibandingkan dengan perkiraan lonjakan 4,2 persen Desember lalu dan inflasi naik menjadi 2,2 persen dari 1,8 persen, bank sentral AS ini tidak akan mengubah posisi suku bunganya saat ini yaitu 0 – 0,25% hingga tahun 2023.
The Fed menegaskan kembali bahwa suku bunga akan tetap tidak berubah sampai kondisi pasar tenaga kerja mencapai tingkat yang konsisten dengan penilaian lapangan kerja maksimum dan inflasi berada di jalur yang melebihi 2 persen untuk beberapa waktu. Bank sentral juga mengumumkan kembali rencananya untuk terus membeli obligasi dengan tingkat setidaknya $120 miliar per bulan sampai kemajuan substansial lebih lanjut telah dibuat untuk mencapai tujuan kebijakannya. Merespon kebijakan terbaru bank sentral AS ini, rally dolar AS terhenti dan turun ke kisaran 91.00 secara indeks. Bagaimana dengan pergerakan rival utama dolar AS; Posisi poundsterling melonjak hingga melampaui angka 1,3950, EURUSD naik dari posisi 1.8800 ke posisi 1.1980 - RIFAN FINANCINDO Sumber : vibiznews.com |
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
February 2022
Categories |